Sinopsi

Hidup Adalah Perjuangan untuk Menggapai Suatu Keinginan

Minggu, 08 Februari 2009

ARTIKEL

BUDAYA KALIMANTAN SELATAN
UPACARA ADAT "MACCERATASI" DAN "MALLASUANG MANU"


Penduduk asli Kalimantan Selatan umumnya suku bangsa Banjar yang intinya terdiri dari sub suku, yaitu Maayan, Lawangan dan Bukiat yang mengalami percampuran dengan suku bangsa Melayu, Jawa dan Bugis. Identitas utama yang terlihat adalah bahasa Banjar sebagai media umum. Penduduk pendatang seperti Jawa, Melayu, Madura, dan Bugis sudah lama datang ke Kalimantan Selatan.

Suku bangsa Melayu datang sejak zaman Sriwijaya atau sebagai pedagang yang menetap, suku bangsa Jawa datang pada periode Majapahit bahkan sebelumnya, dan orang Bugis datang mendirikan kerajaan Pegatan di masa lalu. Suku-suku Maayan, Lawangan, Bukit, dan Ngaju dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Jawa, dipersatukan oleh kerajaan yang beragama Buddha, Hindu dan terakhir Islam, dari kerajaan Banjar, sehingga menumbuhkan suku bangsa Banjar yang berbahasa Banjar. Kerajaan banjar pada abad ke-16 dan 17 sudah mengadakan hubungan dengan kesultanan Demak dan Mataram. Kerajaan inipun tidak luput incaran bangsa asing seperti Belanda dan Inggris yang silih berganti mendatangi pelabuhan banjar. Ketika terjadi perlawanan terhadap Belanda pada abad ke 29, tampil pemimpin-pemimpin seperti Sultan Hidayat dan Pangeran Antasari menghadapi Belanda.

Masyarakat adat Kalimantan Selatan terutama suku Banjar mengenal berbagai upacara adat yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Sejak masih dalam kandungan hingga saat kematian. Misalnya adanya adat berpantang bagi wanita hamil, upacara Bapalas bidan, yakni ketika bayi yang dilahirkan berumur 40 hari dan sekaligus memberikan nama, upacara perkawinan terdiri dari beberapa tahap, sejaka Babasasuluh yaitu mencari data-data tentang calon istri, Badatang yakni melamar, Bantar Patalian yaitu acara penyerahan seperangkat barang atau mas kawin, Qur’an dan puncak upacara adalah pengantin Batatai atau bersanding. Terakhir adalah upacara Pemakanan Pengantin yaitu kedua mempelai menjalani bulan madu, selama 7 hari 7 malam hanya makan dan minum di balik tabir tertutup.

Pada masyarakat Banjar berkembang seni sastra dan seni suara yang indah, yang semula dari pergaulan sehari-hari di anatara mereka saling sindir menyindir kadang-kadang dengan bahasa syair dan pantun-pantun dan ada kalanya bersifat humor di antara muda-mudinya. Sindir menyindir ini lama kelamaan berkembang menjadi seni sastra yang indah hingga kini misalnya pepatah-pepatah.

Di dalam seni rupa, suku Banjar mengenal sulaman-sulaman yang indah yang biasanya sebagai pelengkap peralatan upacara seni ukir, terdapat pada ukiran kayu pada bangunan rumah atau mesjid, juga pada kerajinan barang-barang dari Kuningan seperti tempat sirih, peludahan, bokor, kapit, abun dan sebagainya. Anyaman dari pandan ataupun rotan umumnya di kerjakan oleh wanita untuk mengisi Waktu senggang berkembang pula di daerah lain.

Untuk seni bangunan terutama bangunan rumah, masyarakat suku Banjar sudah memiliki arsitektur yang cukup tinggi nilainya. Rumah-rumah tradisional berupa rumah panggung dengan atap yang menjulang tinggi. Dar samping bila di lihat seperti piramide. Rumah-rumah panggung tersebut berbeda satu sama lainnya karenanya, dapat diketahui status sosial pemiliknya. Dahulu rumah-rumah tersebut dibedakan dalam beberapa golongan atas, seperti bangsawan, ulama, pedagang mempunyai rumah bubungan tinggi yang disebut gajah baliku, palimasan palimbangan, gajak manyusu, rumah balai laki, dan rumah balai bini. Sedangkan bagi kebanyakan rumah adalah rumah cacak burung, rumah tadah alas, rumah gudang atau pondok biasa. Rumah bagi orang biasa umumnya berbentuk segi empat silang atau segi empat memanjang. Selain itu, masih banyak lagi budaya masyarakat Kalimantan Selatan diantaranya


Upacara Adat Macceratasi

Macceratasi adalah upacara adat suku Bugis berupa pesta adat dengan menumpahkan darah hewan tumbal ke laut yang akan selalu digelar di Desa Gedambaan, Pulau Laut Utara, Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Pesta adat macceratasi merupakan kebiasaan nelayan untuk menumpahkan darah hewan kepada laut, yang telah dilakukan sejak turun temurun, namun sampai saat ini pesta tersebut nyaris tidak diketahui oleh masyarakat luas. Menumpahkan darah hewan ke laut tersebut, mereka berharap laut dapat memberi penghidupan di darat.
Kerbau, kambing, dan ayam dipotong. Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya hiburan tersendiri

Macceratasi merupakan upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga Pantai Sarang Tiung.

Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut.

Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan.

Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pecak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.

Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.

Ada pula Upacara Adat Mallasuang Manu, yakni upacara melepas sepasang ayam untuk diperebutkan kepada masyarakat sebagai rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di Kecamatan Pulau Laut Selatan. Upacara ini dilakukan Suku Mandar yang mendominasi kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya pada bulan Maret. Upacara ini berlangsung hampir seminggu dengan beberapa kegiatan hiburan rakyat sehingga berlangsung meriah.

Tips

Upacara Adat Macceratasi, biasanya diadakan menjelang perayaan tahun baru di Pantai Gedambaan, Kabupaten Kota Baru. Mudah menjangkau kabupaten berjuluk Bumi Saijaan ini. Dari Jakarta naik kapal terbang ke Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin. Keesokan paginya melanjutkan perjalanan udara dengan pesawat Trigana Air ke Bandara Stagen, Kota Baru. Bisa juga naik Kapal Cepat Kirana Jawa-Sulawesi-Kalimantan. Selanjutnya mencarter mobil travel ke lokasi upacara.

Pesta adat macceratasi merupakan kebiasaan nelayan untuk menumpahkan darah hewan kepada laut, yang telah dilakukan sejak turun temurun, namun sampai saat ini pesta tersebut nyaris tidak diketahui oleh masyarakat luas. Menumpahkan darah hewan ke laut tersebut, mereka berharap laut dapat memberi penghidupan di darat.

Untuk mengundang wisata domestik dan mancanegara pesat adat Macceratasi yang berlangsung dua hari 19-20 Desember 2006 juga dimeriahkan acara lain seperti lomba budaya dan lomba pembangunan.


Pesta adat mallasuang manu

Mallasuang Manu yang dilaksanakan pada tanggal 27 April merupakan salah satu acara adat sebagai tanda syukur atas melimpahnya hasil laut oleh nelayan yang berasal dari suku Mandar yang bermukim di desa Teluk Aru, Kotabaru. Acara adat dilaksanakan dengan melepaskan beberapa pasang ayam untuk diperebutkan di Pulau Cinta yang letaknya perairan Teluk Aru sekitar 121 km dari Kotabaru.

Tidak ada yang mengetahui sejak kapan masyarakat Pulau Laut Kotabaru, memulai ritual melepas sepasang ayam jantan dan betina di Pulau Cinta, pulau kecil sekitar dua mil dari Pulau Laut. Mereka yang biasa melakukan ritual itu menyebutnya pesta adat Mallassuang Manu, yang berarti meminta jodoh.
Muda- mudi di wilayah Pulau Laut Barat, Selatan, Tengah, dan Pulau Laut Kepulauan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, adalah kelompok yang paling banyak melakukan ritual ini. Mereka umumnya memang meminta segera dipertemukan jodohnya oleh allah SWT dengan cara melakukan ritual Mallasuang menu.
Dengan melepaskan sepasang ayam jantan dan betina di Pulau Cinta, pulau yang luasnya kurang dari 500 m3 dan hanya terdiri dari batu-batu besar dan sejumlah pohon laut tersebut, kaum muda-mudi akan segera mendapat jodoh.

Selain melepaskan ayam jantan dan betina dari atas dua batu besar, yang terbelah dengan ketinggian sekitar 10 meter dari permukaan laut, muda-mudi yang datang ke Pulau Cinta, juga melaksanakan ritual mengikatkan sebuah tali di dahan dan ranting pohon laut, yang tumbuh di atas batu-batu besar, dengan harapan akan mendapatkan jodoh yang tidak akan terputus sampai maut menjemput.

Tali atau benda-benda yang digantung di dahan dan ranting tersebut, biasa berupa pita warna-warni, plastik rafia, atau akar pohon, dan diberi benda-benda atau batu yang memiliki bentuk indah atau sapu tangan, sebagai tanda keinginanya digantungkan kepada Allah SWT.

Usai memasang dan melaksanakan selamatan di Pulau Cinta, muda-mudi yang menggunakan kendaraan kelotok tersebut kembali pulang, dengan membawa harapan segera dipertemukan jodohnya.Setelah keinginannya tercapai bertemu jodohnya, mereka kembali mendatangin Pulau Cinta, Pulau yang harus ditempuh selama 30 menit dari daratan Pulau Laut.Mereka kembali ke Pulau Cinta dengan menggunakan perahu yang dihiasi kain dan kertas warna-warni bersama pasangannya, untuk melakukan syukuran bersama kerabat dekat dan handai taulannya.

Dalam selamatan itu disajikan beberapa menu makanan khusus yang tidak boleh ditinggalkan seperti, sanggar (pisang kepok yang di balut dengan tepung beras dan gandum dengan ditambah gula dan garam, kemudian goreng), serta minuman teh panas yang disajikan saat kedatangan pertama dan kedua kalinya itu. Mereka datang untuk melepas dan mengambil kembali tali serta benda yang diikat pada dahan dan ranting, untuk disimpan sebagai bukti keinginannya telah dikabulkan Allah SWT, mendapatkan jodoh dengan harapan terus dibimbing untuk menjadi keluarga yang sejahtera.
Ritual yang dilaksanakan antara bulan Juli dan Agustus tersebut, disaksikan oleh ribuan wisatawan domestik dan manca negara, seperti Australia, Korea Selatan, dan China.

Tidak ada komentar:

Contact Me :

Tri Handayani
email : peribaikhati00@yahoo.co.id
web : peribaikhati00.blogspot.com
Phone : 0813 4629 8192